Subscribe Us

Selasa, 10 Mei 2011

TUNJUKKAN SIKAP & JUNJUNG ETIKA DALAM BERPOLITIK


Ditulis
Oleh:
Zaki ‘Ulya, S.H., M.H[1]
Kadiv. Litbang La-QUHP Aceh

A.    Pendahuluan

Pasca dikeluarkannya putusan MK mengenai calon independen, menjadikan wahana perpolitikan di Aceh, menjadi semakin riak. Sebagai dasar hukum, Putusan MK tersebut merupakan landasan kuat yang mengikat semua pihak, hal tersebut dikarenakan putusan MK bersifat erga omnes. Dengan adanya calon independen di Aceh, bila ditinjau dari segi hukum nasional maka Aceh telah sama dengan daerah lainnya sebagaimana diatur dalam UU No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, terkait keberadaan calon independen dalam pilkada.
Kendala dan dilema terkait calon independen dimulai dari enggannya pihak legislatif dalam membahas aturan hukum sebagai wujud dari keikutsertaan calon independen dalam pilkada Aceh. Faktor yang dapat dlihat yaitu pihak legislatif masih menekankan unsur keistimewaan Aceh sebagaimana tertuang dalam UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Sehingga menurut pendapat pihak legislatif Aceh, MK seharusnya berkonsultasi lebih dahulu dengan legislatif Aceh dalam melaksanakan putusan MK.
Dalam persfektif demokrasi,  putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan Pasal 256 UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh mengenai pembatasan calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah di Aceh, adalah keputusan yang sangat tepat. Ini semakin menegaskan keberadaan calon independen merupakan keniscayaan demokrasi.  Pesta demokrasi lima tahunan itu tidak lagi hanya monopoli partai politik sebagai pemegang kuasa tunggal dalam pencalonan kepada daerah. Tetapi juga menjadi milik publik, milik setiap individu.
Bila ditelaah lebih jauh maka dapat dilihat bahwa keengganan yag ditunjukkan legislatif dalam mereduksi calon independen dalam pembahasan qanun pilkada kedepan, merupakan sebuah takaran etika politik yang buruk. Namun, hal ini dibantah oleh Abdullah Saleh dengan keras pernyataan yang mengatakan bahwa penolakan terhadap calon independen dianggap skenario PA, karena takut independen yang akan memenangkan Pemilukada Aceh tahun 2011 ini.[2]
Ketidaksukaan partai politik terhadap jalur independen ini berpotensi diwujudkan ketika Dewan Perwakilan Rakyat Aceh melakukan revisi Qanun No. 7/2006 tentang Perubahan Kedua Atas Qanun Nomor 2 Tahun 2004 tentang Pemilihan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pembahasan terhadap pasal-pasal yang mengatur keberadaan calon independen akan dilakukan secara ketat.[3]
Saling bantah membantah antara legislatif Aceh dalam menanggapi isu terkait calon independen yang berkembang tersebut, menurut penulis mengindikasikan kebobrokan sikap dan etika dalam politik. Akibatnya adalah terjadinya kesimpang siuran terhadap masyarakat dalam mendalami perkembangan informasi politik di Aceh. Sehingga memunculkan argumentasi lainnya dari masyarakat dengan berbagai macam bentuk penilaian.

B.     Pancasila Sebagai Standar Etika Dalam Berpolitik
Menurut Rousseau, sistem negara ini tak lain adalah sistem dictatorship. Sebab, sistem negara semacam ini belum memiliki basis yang kuat untuk mempertahankan diri, yakni dengan konstitusi yang merupakan dasar etika kenegaraan. Selain itu, Publik hanya disuguhi hal yang menyenangkan dan bersifat indrawi belaka. Artinya hanya diberi harapan tanpa realisasi. Inilah yang membuat publik terajari agar menerapkan orientasi hidup untuk mencari gampangnya saja.
Pancasila telah disepakati oleh founding father sebagai landasan utama kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagaimana diketahui bahwa dalam pancasila mencakup lima sila dasar yang menjadi patokan bagi setiap elemen dalam negara, baik masyarakat maupun lembaga negara. Indonesia  merupakan  Negara    yang menganut  sistem  demokrasi,  dimana  kebebasan berpendapat pada setiap warga Negara tdak  lagi  menjadi hal  yang tabu, tapi kini  setiap  orang  berhak  mengeluarkan  pendapat mereka  selama  itu masih dalam batas kewajaran.
Tak perlu diragukan lagi bahwa bagi bangsa dan negara Indonesia Filsafat Politik politiknya adalah Filsafat Politik Pancasila  sekalipun adakalinya cara bangsa Indonesia bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidak sejalan dengan pancasila, dan bahkan pernah pula bertentangan dengan pancasila sekalipun, namun yang diukur dan diusahakan  bahwa seperangkat keyakinan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi masyarakat bangsa dan negara Indonesia adalah pancasila.[4]
Dalam pelaksanaan dan penelenggaraan negara, etika politik agar kekuasaan dalam negara dijalankan sesuai dengan asas legalitas (legitimasi hukum), yaitu dijalankan sesuai dengan hukum yang berlaku disahkan dan dijalankan secara demokratis (legitimasi demokratis), dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip moral atau tidak bertentangan dengannya (legitimasi moral).[5]
Pancasila sebagai suatu system filsafat memiliki tiga dasar tersebut. Dalam pelaksanaan yang menyangkut publik, pembagiaan serta kewenangan harus berdasarkan legitimasi moral (sila I) serta moral kemanusiaan (sila II). Hal ini ditegaskan oleh Hatta takkala mendirikan negara, bahwa negara harus berdasarkan moral Ketuhanan dan moral Kemanusiaan agar tidak terjerumus kedalam machtstaats atau negara kekuasaan.
Atas dasar tersebut di atas, maka etika politik berlandaskan pancasila merupakan satu-satunya jalan bagi pihak legislatif dalam menunjukkan sikap dan moralitasnya kepada masyarakat. Sehingga tidak ada tanggapan dari masyarakat bahwa pihak legislatif hanya mementingkan kekuasaan dari pada pelaksanaan pilkada yang demokratis.

C.    Mewujudkan Moralitas Etika Legislatif yang Pancasila
Keberadaan calon independen merupakan refleksi persamaan keduduka masyarakat di depan hukum. Dimana setiap masyarakat dapat dipilih dan juga mempunyai hak untuk memilih. Hal tersebut merupakan realitas dalam mewujudkan pendidikan demokrasi bagi rakyat.
Keengganan dalam pembahasan rancangan qanun terkait persiapan pilkada Aceh, disatu sisi juga mengakibatkan lembaga lain terkait kesulitan dalam mengapresiasikan dan mengimplementasikan putusan MK. KIP Aceh merupakan lembaga yang merupakan aktor dalam pilkada. Disatu sisi, KIP Aceh tidak dapat menentukan aturan/ peraturan KIP terkait bila qanun pilkada belum disahkan, hal tersebut dikarenakan peraturan KIP mengacu pada qanun sebagai landasan hukum.
Hal tersebut merupakan salah satu dampak dari ”molor”nya pembahasan rancangan qanun. Keengganan dapat diartikan sebagai wujud dari ”budaya santai”.  Bila budaya santai tersebut dibiarkan maka akan mengubah tatanan prilaku dan juga sikap. Sebagai wakil rakyat yang dituntut mengakomodasi segala kepentingan rakyat, seharusnya pihak legislatif mencerminkan budaya ”cepat tanggap”.
Budaya cepat tanggap terhadap segala aspirasi masyarakat mengindikasikan kepeduliaan wakil rakyat terhadap masyarakat. Artinya, kepentingan publik lebih dikedepankan dari pada kepentingan pribadi maupun golongan. Disatu sisi, Pancasila sebagai dasar dalam tatanan kehidupan berbangsa juga lebih menempatkan kepentingan publik dari pada kepentingan pribadi maupun golongan.
Maka, untuk selanjutnya diharapkan kepada pihak legislatif sebagai salah satu instansi yang berwenang dalam hal legislasi daerah, dapat dengan bijak segera merubah pandangan politik megenai keberadaan calon independen. Calon independen adalah kebutuhan politik publik yang seharusnya dapat diakomodir dalam bentuk legal formal yaitu qanun. Sehingga, partisipasi calon independen dalam pelaksanaan pilkada ke depan, dapat menambah pilihan publik dalam berpolitik menuju wahana pendidikan demokrasi sesuai dengan pancasila. []


[1] Penulis juga adalah Staf pengajar Pendidikan Kewarganegaraan pada UPT-MKU Universitas Syiah Kuala dan juga alumni Pascasarjana Magister Hukum Universitas Syiah Kuala
[2] Hayatullah Zuboidi, Partai Aceh Berani Bersaing Dengan Calon Independen, The Globe Journal, Rabu, 23 Maret 2011
[4] Kaelan, Pendidikan Pancasila Edisi Reformasi 2004, Paradigma, Yogyakarta, 2004, hal. 3
[5] Suseno Von Margnis, Etika Politik, Prinsip-Prinsip Moral Dasar Kenegaraan Modern. PT. Gramedia, Jakarta, 1986, hal. 115
Share:
Technology/hot-posts

Subscribe Us

header ads

BTemplates.com

Business/feat-big
Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
PerJuanGan SeoRang MukmIn SejAti Takkan Pernah Berhenti KecuAli KetikA TapAk KakiNyA TeLah Menyentuh PinTu SyurGa... ( Ahmad Syauqie)

Your Name


Your Message*

Pengikut

Food

3/Food/feat-list

Music

4/Music/grid-big

Nature

3/Nature/grid-small

Fashion

3/Fashion/grid-small

Sports

3/Sports/col-left

Technology

3/Technology/post-list

Technology

3/Technology/col-right
Master de Rechten