Subscribe Us

Rabu, 03 November 2010

EKSISTENSI PERPU NO. 10 TAHUN 2008 DALAM PENENTUAN SUARA TERBANYAK PADA PEMILU

Dalam hirarkhi peraturan perundang-undangan di Indonesia, Peraturan pemerintah pengganti undang-undang yang selanjutnya disebut Perpu, berada setingkat dengan UU. Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 22 UUD 1945. Pasal 22 UUD 1945 menyatakan bahwa Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang. Presiden selaku Kepala Negara dan juga Kepala Pemerintahan dapat membuat suatu peraturan perundang-undangan termasuk Perpu, PP, dan Keppres. Adapun Perpu No. 10 Tahun 2008 mengatur tentang Pemilihan Umum anggota DPR, DPD, dan DPRD.
Perpu adalah peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam keadaan memaksa bila mana tidak ada aturan lain yang mengatur suatu peristiwa hukum. Prihal perpu itu wajib diajukan pada lembaga legislatif untuk mendapatkan persetujuan agar menjadi UU dan apabila lembaga legislatif tidak menyetujuinya maka Perpu tersebut batal secara hukum.
Pemilu adalah pesta demokrasi bagi rakyat Indonesia untuk memilih dan menentukan calon pemimpin dan anggota legislatif dengan kriteria penentuan suara terbanyak. Pemilu dilakukan oleh sebuah komisi negara yang bersifat independen yang disebut dengan Komisi Pemilihan Umum ( KPU ). KPU itu mempunyai kewenangan untuk menyelenggarakan pemilu secara demokratis.
Untuk menyongsong Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Tahun 2009, perlu dikeluarkan sebuah Peraturan Pemerintah yang kedudukannya setingkat dengan UU dengan tujuan untuk mengatur hal-hal yang belum diatur dalam UU. Salah satu hal yang belum diatur secara substansial dan tegas adalah penentuan suara terbanyak dalam pemilu.
Dapat dilihat bahwa UU No. 10 Tahun 2008 Tentang Pemilu, terutama Pasal 214 yang telah diuji secara materil oleh Mahkamah Konstitusi. Yusril Ihza Mahendra, misalnya, seorang pakar hukum dan juga bakal capres tersebut menuturkan bahwa MK bukan lembaga pembuat UU, keputusan MK yang telah membatalkan Pasal 214 UU Pemilu itu telah membuat kevakuman hukum, tetapi juga telah membuat norma hukum baru. Beliau menambahkan bahwa sebuah UU yang telah batal tidak lagi mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, dan oleh karena itu UU tersebut harus segera direvisi kembali oleh pemerintah.
KPU sebagai lembaga pelaksana pemilu tidak mempunyai kewenangan dalam membuat sebuah aturan hukum untuk mengisi kekosongan hukum dari UU Pemilu itu sendiri. Kekosongan tersebut untuk sementara dapat diisi oleh aturan hukum yang lain, dalam hal ini perpu. Pasal 214 UU Pemilu sendiri menyebutkan bahwa ketentuan penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota dihitung berdasarkan penentuan suara dan nomor urut. Dikarenakan Pasal 214 telah diuji materil oleh MK, maka penentuan calon dilakukan dengan perolehan suara terbanyak.

Kesimpulan:
Dalam mengisi kekosongan terhadap aturan hukum seperti UU yang telah diuji materil, maka pemerintah wajib merevisi kembali UU tersebut. Untuk mengisi kevakuman hukum, pemerintah dapat mengeluarkan sebuah aturan hukum baru bila hal tersebut dalam keadaan yang memaksa.
Pembatalan Pasal 214 UU Pemilu oleh MK, telah membuat suatu norma hukum baru. Dalam pasal tersebut pengaturan calon legislatif baik caleg DPR, DPRD Provinsi, maupun DPRD Kabupaten dan Kota dilakukan dengan penentuan nomor urut dan suara terbanyak. Pasca pembatalan Pasal tersebut, penentuan calon dilakukan dengan cara penentuan dengan suara terbanyak.
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Technology/hot-posts

Subscribe Us

header ads

BTemplates.com

Business/feat-big
Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
PerJuanGan SeoRang MukmIn SejAti Takkan Pernah Berhenti KecuAli KetikA TapAk KakiNyA TeLah Menyentuh PinTu SyurGa... ( Ahmad Syauqie)

Your Name


Your Message*

Pengikut

Food

3/Food/feat-list

Music

4/Music/grid-big

Nature

3/Nature/grid-small

Fashion

3/Fashion/grid-small

Sports

3/Sports/col-left

Technology

3/Technology/post-list

Technology

3/Technology/col-right
Master de Rechten