Subscribe Us

Selasa, 02 November 2010

REFLEKSI PEMEKARAN WILAYAH DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Analisis Hukum Terkait Wacana Pemekaran Kabupaten Aceh Besar)


A.    Pendahuluan
Otonomi khusus yang diberikan kepada Aceh merupakan anugerah yang luarbiasa yang diterima Aceh. Dimana dengan adanya status tersebut maka pembangunan rekonstruksi di Aceh dapat terealisasi secara merata dan juga menyeluruh. Otonomi khusus diatur secara tegas dalam Pasal 18 UUD 1945, dimana tiap daerah diberikan kewenangan dalam mengatur rumah tangganya sendiri. Khusus untuk Aceh dan juga Provinsi Papua diberikan status otonomi khusus dengan diundangkannya UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Papua dan juga UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Tujuan utama dari pelaksanaan otonomi khusus adalah terealisasinya pelaksanaan pembangunan terutama bagi daerah tertinggal. Hal-hal yang diatur dan diurus oleh pemerintah daerah ialah tugas-tugas atau urusan-urusan tertentu yang diserahkan oleh pemerintah pusat kepada daerah-daerah
untuk diselenggarakan sesuai dengan kebijaksanaan, prakarsa dan kemampuannya daerah.[1]
Melihat judul yang diambil, yaitu terkait masalah pemekaran wilayah maka dapat dilihat bahwa salah satu bentuk pembangunan berkelanjutan adalah adanya pemekaran wilayah disetiap daerah dengan syarat yang diatur lebih lanjut dalam perundang-undangan. Salah satu daerah dalam Provinsi Aceh yang mempunyai area kawasan yang luas adalah Aceh Besar. Rencana pemekaran wilayah Aceh Besar telah lama terdengar, namun wacana tersebut seperti tenggelam ditelan bumi. Hal ini kemudian diupayakan oleh Pemerintahan Aceh untuk segera mengevaluasi wacana pemekaran tersebut.[2]

B.     Dasar Hukum Terkait
Pemekaran wilayah merupakan salah satu bentuk wewenang yang diberikan kepada pemerintah daerah oleh pemerintah pusat. Dasar pengaturan tersebut adalah Pasal 18 Ayat (5) UUD 1945 dimana menyebutkan “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintahan daerah”. Ketentuan Pasal 18 UUD 1945 tersebut diatur lebih lanjut dalam UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Pembentukan daerah berdasarkan ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undang-undang”. Dalam Ayat (2) pasal 4 tersebut menegaskan “Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah”.
Terkait pemekaran daerah dalam suatu provinsi diatur dalam Pasal 4 Ayat (4) UU No. 32 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa “Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan”. Oleh karena itu, setiap daerah yang akan melakukan pemekaran dapat dilakukan dengan melihat usia pemerintahan induknya.
Dalam melakukan pemekaran wilayah dapat dilakukan bila memenuhi beberapa syarat. Syarat tersebut menurut Pasal 5 Ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dibagi dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu: syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan.
Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri dan Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
Pengaturan mengenai pemekaran daerah juga diatur dalam Pasal 5 UU No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang berbunyi: “Pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Oleh karena itu, prihal pemekaran daerah dapat dilakukan sebagaimana ketentuan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan juga aturan hukum terkait lainnya.

C.    Peluang Pemekaran Kabupaten Aceh Besar
Sebagaimana disebutkan dalam wacana terkait, bahwa permasalahan pemekaran bukanlah menjadi kewenangan Gubernur maupun Wakil Gubernur, namun merupakan kewenangan pusat sehingga membentuk tim khusus untuk menguji kelayakan sebuah daerah untuk dimekarkan.[3]
Pemerintah Aceh dalam hal ini hanya menunggu berupa data riil yang akurat guna dipelajari lebih lanjut. Sebagaimana disebutkan oleh Wakil Gubernur, Muhammad Nazar dalam pernyataannya menyebutkan bahwa apabila sebuah daerah dinyatakan telah memenuhi klasifikasi untuk dimekarkan maka hal tersebut dapat dipenuhi dan sah.[4] Sebagaimana diberitakan kembali, isu pemekaran terungkit kembali dikarenakan ada beberapa tujuh kecamatan yang mendesak pemerintah provinsi dengan tujuan agar terealiasasi percepatan pembangunan dan juga akses masyarakat pada pemerintah menjadi mudah. Kecamatan dalam kabupaten Aceh Besar yang mendesak pemekaran diantaranya yaitu:Kecamatan Darul Imarah, Darul Kamal, Pekan Bada, Pulo Aceh, Lhoknga, Leupung dan Lhong.[5]

D.    Prospek Pembangunan Berkelanjutan
Berbicara masalah prospek tentu tidak lepas dengan analisis kedepan dengan melihat akibat yang akan timbul kedepan. Pemekaran Kabupaten Aceh Besar menjadi dua wilayah sangat mungkin terjadi, melihat syarat-syarat sebagaimana disebutkan dalam perundang-undangan memenuhi. Selain itu, tujuan utama dari pemekaran tersebut adalah untuk mendekatkan sector pelayanan pada masyarakat dan juga pembangunan yang merata.
Muhammad Nazar menambahkan bahwa hal yang ditakutkan bila terjadi pemekaran adalah kabupaten baru hasil pemekaran tersebut tidak mempunyai sumber daya yang cukup untuk berdiri sendiri dalam melakukan pembangunan berkala. Oleh karena itu, pemekaran tersebut seakan sia-sia.
Melihat kondisi geografis dan kekayaan alam yang ada dalam Kabupaten Aceh Besar setidaknya mendukung untuk dilakukan pemekaran. Selain itu, wilayah Aceh Besar yang luas juga sangat memperlambat laju pembangunan kedaerah terpencil dan juga akses masyarakat pada pemerintah setempat juga tidak maksimal.
Melihat realita dan juga desakan yang diakibatkan karena kebutuhan masyarakat, maka setidaknya pemekaran dirasakan perlu. Selain itu juga lima kecamatan sebagaimana disebutkan sebelumnya jarak dengan pusat kabupaten juga cukup jauh. Hal ini juga menjadi kendala yang dihadapi masyarakat dalam melakukan akses pada pemerintah setempat.

E.     Kesimpulan
Pemekaran wilayah Kabupaten Aceh Besar sebagaimana diwacanakan dapat dibagi dalam dua wilayah adalah suatu hal yang realistis dan besar kemungkinan akan terlaksana. Hal ini juga adanya faktor desakan masyarakat dari beberapa kecamatan terpisah. Dimana secara geografisnya, jarak antara kelima kecamatan tersebut dengan pusat kabupaten sangat jauh sehingga akses masyarakat juga menjadi tidak maksimal.
Tujuan utama dari pemekaran wilayah adalah tercapainya pembangunan berkelanjutan yang maksimal untuk memajukan kawasan terpencil dalam suatu daerah. Kawasan Aceh Besar dengan area yang luas, mengakibatkan akses pemerintah pada masyarakat dan sebaliknya menjadi lamban. Dimana daerah yang menjadi prioritas pembangunan adalah daerah yang dekat dengan pusat kabupaten, sementara yang jauh makin tertinggal.
Oleh karena itu, untuk kepentingan masyarakat dan juga pembangunan yang merata dalam suatu wilayah pemekaran adalah jalan keluar satu-satunya. Dengan demikian prospek kemajuan daerah dalam berbagai bidang pun dapat ditingkat sebagaimana mestinya. []



[1] Josef Riwu Kaho, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 1991 Hal.14
[2] Harian Aceh, Pemerintahan Aceh Segera Evaluasi Wacana Pemekaran Aceh Besar, No. 1074 Tahun IV, Edisi  Selasa, 1 Juni 2010, hal. 1
[3] Ibid, hal. 15
[4] Ibid.
[5] Ibid.
Share:

0 Comments:

Posting Komentar

Technology/hot-posts

Subscribe Us

header ads

BTemplates.com

Business/feat-big
Diberdayakan oleh Blogger.

Mengenai Saya

Foto saya
PerJuanGan SeoRang MukmIn SejAti Takkan Pernah Berhenti KecuAli KetikA TapAk KakiNyA TeLah Menyentuh PinTu SyurGa... ( Ahmad Syauqie)

Your Name


Your Message*

Pengikut

Food

3/Food/feat-list

Music

4/Music/grid-big

Nature

3/Nature/grid-small

Fashion

3/Fashion/grid-small

Sports

3/Sports/col-left

Technology

3/Technology/post-list

Technology

3/Technology/col-right
Master de Rechten